13 November 2007

Macet

Jalanan di Jakarta macet...

Wah...pasti semua orang bakalan gak suka dengan macet, sudah bikin bete, capek dan semuanya deh. . Munculah istilah-istilah 'pamerpaha = padat merayap tanpa harapan', 'ramlan = rame lancar', dll. Tapi herannya, kalo jalanan gak macet malah jadi pertanyaan. Kenapa nih kok gak macet? Tumben lancar...

Ternyata, disadari ato tidak bahwa macet sudah jadi trade mark dari kota Jakarta. Sampai-sampai ada istilah 'kalo gak macet bukan Jakarta namanya'. Nah, skr gimana caranya supaya Jakarta itu tidak identik dengan kemacetan??

Tentunya susah sekali dan ini menjadi PR buat pemerintah dan juga buat masyarakat Jakarta itu sendiri. Disadari ato tidak, terkadang kemacetan itu bersumber dari kita-kita juga. Coba deh, mulai dari pejalan kaki yang suka menyebrang sembarangan. Kadang kondisi lampu traffic hijau eh masih ada aja yang menyebrang.

Kemudian pengguna angkutan umum, mereka suka menghentikan angkutan umum sesuka hati mereka. Baru aja menurunkan penumpang eh gak sampai 50 meter ato 100 meter ada yang ingin turun lagi. Maunya sih naik ato turun deket dengan tujuan mereka. Kalo gak dituruti maunya malah marah-marah ke pengemudi angkutan umum.

Dari pihak pengemudi angkutan umum juga begitu, suka ngetem, jalan lambat, berhenti mendadak, kebut-kebutan demi kejar setoran. Coba kalo mereka disiplin bakalan lebih teratur. Ngetem di tempat yg emang tersedia lahannya, menaikkan dan menurunkan penumpang di halte-halte saja.

Selanjutnya para pengguna kendaraan roda dua, kadang-kadang suka melawan arus, menggunakan trotoar, memotong jalan kendaraan lain. Karena merasa kendaraan kecil sehingga dianggap tidak membuat macet. Apalagi kalo konvoi, mereka jadi merasa jalanan milik mereka.

Kemudian adalah para pengguna kendaraan roda empat, kadang suka parkir seenaknya, suka menyerobot antrian, mengendarai mobil secara zig-zag. Berhenti di tempat yang dilarang ato tidak semestinya. Misal disudut tikungan, parkir disisi kiri dan kanan, memutar balik disembarang tempat dimana pandangan tidak jelas.

Selanjutnya dan yang terakhir mungkin dukungan dan peran dari pemerintah dalam hal ini dishub dan kepolisian. Mereka harus lebih tegas dalam menindak pelanggar-pelanggar lalu lintas biar mereka jera.

Tapi semua itu kembali kepada SDM dari masyarakat kita sendiri. Padahal kalo kita di luar negeri misal di Singapore, kita bisa displin juga kan? Tapi gitu balik ke Indonesia, balik lg deh kebiasaannya. So, peran pemerintah juga penting agar masyrakat bisa displin dalam berkendara, menaati peraturan dan hukum. Ibaratnya pemerintah itu orang tua dan masyrakat adalah anaknya. Kalo orang tua bener dan tegas tentu anaknya juga bener dan nurut kan???

Tidak ada komentar: